PENGARUH KOMUNIKASI SOSIAL KODIM 0618/BS DAN BELA NEGARA TERHADAP RADIKALISME PELAJAR SMA 14 BANDUNG
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang masalah
Dinamika keamanan international saat ini tengah mengalami transformasi dari ancaman keamanan tradisional menuju pada keamanan non tradisional yang tercermin dari munculnya berbagai aksi radikalisme, ekstremisme, fundamentalisme yang dikenal dengan gerakan terorisme di berbagai belahan dunia (Agus Subagyo, 2015, p.12). Maraknya aksi terorisme di berbagai negara, khususnya yang saat ini terjadi di negaranegara Eropa Barat, yang dibuktikan dengan adanya serangan dan teror Paris dan Brussel, yang disinyalir dilakukan oleh ISIS, telah menaikan peringkat terorisme sebagai ancaman nomor wahid di dunia. Ancaman terorisme, khususnya ISIS, menjadi skala prioritas untuk ditangani secara cepat, tepat dan integral. Setiap negara di dunia berupaya bahu membahu untuk mencegah dan menangkal aksi dan geraka terorisme yang membahayakn keamanan negaranya masing-masing.
Di Indonesia, aksi radikalisme sebenarnya sudah berlangsung sejak jaman perjuangan kemerdekaan. Secara historis, aksi radikalisme telah muncul dan menguat sejak adanya gerakan DI/TII yang kemudian bermetamorfosa dalam berbagai pemikiran, aksi dan gerakan terorisme, seperti Jamaah Islamiyah (JI), Jamaah Anshorut Tauhid (JAT), dan saat ini terpecah pada Majelis Indonesia Barat (MIB) dan Majelis Indonesia Timur (MIT) pimpinan Santosa alias Abu Wardah yang terpusat di Taman Jeka, Pegunungan Biru, Poso, Sulawesi Tengah.
Baca Juga : Gaya Kepemimpinan Militer
Semua organisasi teroris yang ada di Indonesia memiliki keterkaitan dengan organisasi teroris dunia, seperti Al Qaeda dan saat ini adalah ISIS. Sel-sel ISIS di Indonesia sangat banyak sekali dan bahkan mereka telah mem-baiat sebagai pengikut dan pendukung ISIS di Asia Tenggara dan Indonesia (Syarifudin Tippe dan Agus Subagyo, 2016, p. 29). Hal ini terjadi karena mereka banyak yang merupakan alumni dari ISIS atau paling tidak mereka telah mendapatkan pelatihan ISIS di Suriah dan Irak. Berdasarkan informasi dari BIN, sampai dengan tahun 2016 ini telah terdapat 800 orang berangkat ke Suriah untuk melakukan peperangan maupun mendapatkan pelatihan perang, untuk kemudian kembali ke Indonesia dalam rangka membangun sel-sel ISIS di bumi pertiwi.
Aksi dan gerakan sel-sel ISIS selalu berada di bawah tanah alias klendestein yang bergerak di tengah masyarakat, khususnya di desa maupun kelurahan. Mereka memanfaatkan kelengahan masyarakat untuk melakukan perekrutan, pelatihan maupun cuci otak atau “mind washing” di tengah masyarakat sehingga sulit untuk diidentifikasi dan dideteksi. Banyak sekali masyarakat yang kurang kuat iman dan pendiriannya kemudian terbawa dalam pengaruhi dan doktrin radikalisme sehingga membahayakan masa depan bangsa karena rata-rata pihak yang terkena korban rekrutan ISIS adalah anak muda, kalangan pemuda, dan generasi muda yang berumur antara 17 tahun sampai dengan 30 tahun.
Goal ISIS di Indonesia adalah ingin mendirikan Negara Islam Indonesia Malaysia dan mengganti ideologi negara Pancasila dengan ideologi radikal yang mereka yakini dan mereka anut (Ramses Salomoa, 2015, p. 58). Knowledge statistik menunjukkan bahwa aksi serangan teror di Indonesia telah terjadi puluhan kali dengan menyasar banyak sekali obyek important nasional dan internasional. Aksi radikalisme dan terorisme telah mengalami perubahan sasaran, dimana jika dahulu banyak menyasar pada sasaran simbol-simbol Barat, maka sekarang ini mengalami perluasan sasaran tidak hanya sasaran Barat, namun telah meluas pada sasaran kepada Polisi, TNI maupun obyek nasional yang dianggap oleh mereka berafilisi dengan kepentingan Barat.
Aksi dan gerakan radikalisme di tengah masyarakat sangat cepat mengingat masyarakat Indonesia memiliki budaya ketimuran yang santun dan ramah terhadap pendatang asing, kultur memandang semua orang baik, dan permisif terhadap hal-hal baru. Ditambah lagi dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang relatif miskin, banyak pengangguran dan kesulitan ekonomi dan ketimpangan sosial, sehingga aksi radikalisme mudah masuk dan menyusup di hati sanubari masyarakat, dengan cara mengontrak rumah, melakukan kegiatan keagamaan sebagai kedok, dan melakukan pernikahan dengan penduduk setempat sebagai pelindung diri dan membangun ikatan emosional kekerabatan.
Penyebaran radikalisme yang cukup mengkhawatirkan di Indonesia dapat dicegah salah satunya dengan memantapkan mindset bagi seluruh warga negara Indonesia dengan kembali kepada jati diri bangsa, yakni nilai-nilai budaya dan kultur serta agama yang sudah tertanam sejak dulu. Sehingga untuk merubah mindset tersebut diperlukannya kesadaran bela negara terhadap seluruh warga negara Indonesia. Kesadaran bela negara itu perlu untuk ditanamkan kepada seluruh warga negara, sebagai bentuk revolusi psychological, sekaligus membangun daya tangkal bangsa dalam menghadapi kompleksitas ancaman yang semakin beragam.
Dalam Undang-Undang RI Nomor Three Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara, Pasal 9, ayat (1) disebutkan bahwa setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pertahanan negara. Keikut sertaan warga negara dalam upaya bela negara, sebagaimana dimaksud diatas diselenggarakan melalui pendidikan kewarganegaraan; pelatihan dasar kemiliteran secara wajib; pengabdian sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia secara sukarela atau secara wajib; dan pengabdian sesuai dengan profesi. Bela negara merupakan sebuah semangat berani berkorban demi tanah air, baik harta bahkan nyawa sekalipun siap dikorbankan, demi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bela negara adalah tekad, sikap dan tindakan warganegara yang teratur, menyeluruh, terpadu dan berkelanjutan yang dilandasi oleh kecintaan terhadap tanah air serta kesadaraan hidup berbangsa dan bernegara.
Dalam Undang-Undang RI Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia, Pasal 7 dijelaskan bahwa Tentara Nasional Indonesia adalah sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia, bertugas melaksanakan kebijakan pertahanan negara untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah dan melindungi keselamatan bangsa. Sedangkan dalam Undang-Undang RI Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia, Pasal 7 ayat 2 menjelaskan tentang tugas TNI dapat dilaksanakan dengan Operasi Militer Selain Perang (OMSP) diantaranya antara lain membantu tugas pemerintahan di daerah; membantu Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam undang-undang; membantu mengamankan tamu negara setingkat kepala negara dan perwakilan pemerintah asing yang sedang berada di Indonesia; membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan; membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan (search and rescue); serta membantu pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan, perompakan, dan penyelundupan serta mengatasi aksi terorisme.