Indonesia mempunyai banyak kisah peperangan Heroik dalam upaya mecapai kemerdekaan baik ketika dijajah Belanda maupun dijajah Jepang. Perang Puputan Margarana, Pertempuran Surabaya, Bandung Lautan Api bahkan Perang Melawan Agresi Militer Belanda merupakan beberapa kisah heroik dalam perjuangan Indonesia. Kali ini kita akan membahas Rangkuman,Latar belakang, Kronologi dan tokoh perang Diponegoro secara lengkap. simak terus hingga selesai ya.
Baca Juga :
Apabila ingin mengetahui sebuah pemberontakan besar dan paling berdarah dalam sejarah Indonesia dan Hindia Belanda, maka itu adalah perang Diponegoro. Kekacauan yang terjadi selama 5 tahun bahkan sanggup membuat koloni kewalahan hingga menewaskan sekitar 200.000 jiwa.
Sejarah Perang Diponegoro
Hai sahabat Situs Militer Indonesia, pada masa penjajahan kolonial Belanda, Indonesia pernah mengalami peperangan paling besar hingga menewaskan banyak penduduk sipil maupun pihak musuh. Pertempuran ini disebut sebagai perang Diponegoro atau perang Jawa.
Perang ini terjadi selama 5 tahun atau tepatnya pada 1825 sampai 1830. Pada masa itu, pangeran Diponegoro adalah pemimpin pasukan pemberontak rakyat Jawa. Sedangkan Hendrick Merkus De Kock sebagai pemimpin serdadu Belanda.
Baca Juga : Sejarah Perang Padri
Peperangan tersebut juga mengusik pemerintah hingga membuat kas negara kosong. 200.000 jiwa pada akhirnya pun melayang. Korban itu juga termasuk militer Belanda yang kehilangan nyawa sekitar 8.000 jiwa. Sedangkan penduduk pribumi yang tewas sebanyak 7.000 orang.
Latar Belakang Perang Diponegoro
Tampaknya apabila melihat pemberontakan dalam sebuah penjajahan adalah hal lumrah. Sebab, hal ini sebagai bentuk pembelaan diri terhadap penindasan yang dilakukan kaum penjajah.
Akan tetapi, pada faktanya dalam latar belakang perang Diponegoro atau perang Jawa ternyata terdapat alasan lain yang membuat penduduk pribumi meledakkan amarahnya. Yaitu :
Sosial Politik
Belanda berusaha menguasai Indonesia dengan taktik devide at impera, hal ini juga terjadi di Kerajaan mataram / Keraton Ngayogyakarta dimana mulai timbul perpecahan dalam keraton.
Keturunan Keraton Mataram dipecah belah oleh Belanda dengan mempersempit daerah kekuasaan yang selama ini dimiliki. Tradisi Keraton juga mulai dinodai dengan merendahkan pribadi serta mendikte keraton.
Hal ini disadari oleh Pangeran Diponegoro, bahwa Belanda telah menghina adat lembaga, tradisi keraton serta berani mencampuri urusan dalam kerajaan Mataram. Hal tersebut melatar belakangi terjadinya Perang Diponegoro.
Sosial Ekonomi
Belanda melalui VOC membuat sistem perdagangan Monopoli sehingga mendapatkan bahan – bahan dan hasil bumi rakyat dengan harga murah. Tak hanya memonopoli perdagangan namun belanda juga menggunakan segala cara sehingga rakyat sangat menderita.
Keadaan ini membuat rakyat Muak dan menginginkan kedatangan Ratu Adil yang dapat membawa ke arah perbaikan. Pangeran Diponegoro yang selama ini baik terhadap rakyat dan menjadi tempat berlindung bagi banyak petani, merupakan simbol pembela rakyat kecil dan oleh karena itu rakyat menganggap Diponegoro merupakan Sosok Ratu Adil yang selama ini ditunggu.
Hingga akhirnya terjadi perselisihan antara Belanda dengan Pangeran diponegoro atas masalah pemasangan patok jalan yang melintasi makam leluhur kerajaan Mataram.
Baca Juga : Sejarah Perang Puputan Margarana Bali
Melihat hal itu pangeran Diponegoro marah dan mencabut patok patok jalan yang melalui desa tegalrejo tersebut tanpa seijinnya, hal tersebut membuat Residen Belanda A.H. Smisaert meminta Diponegoro agar menghadapnya.
Permintaan tersebut ditolak oleh pangeran diponegoro sehingga belanda akhirnya menembakkan meriam ke kediaman pangeran Diponegoro di tegalrejo pada 20Juli 1825 tepat pukul 17.00 WIB.
Penyerangan itu membuat rakyat berbondong – bondong untuk mendukung Pangeran Diponegoro sehingga berlanjut menjadi peperangan yang berlarut dan dipimpin langsung oleh pangeran Diponegoro.
Rasa Kecewa Ulama dan Masyarakat
latar belakang perang Diponegoro juga karena para ulama merasakan kekecewaan. Disebabkan adanya budaya barat yang memaksa masuk dan tidak sesuai dengan syariat Islam maupun kebiasaan masyarakat setempat.
Selain itu, pihak kerajaan atau bangsawan sendiri merasa kecewa lantaran Belanda tidak mau mengikuti peraturan dan adat istiadat setempat. Melainkan justru memaksakan kebiasaannya kepada keraton.
Perampasan Tanah
Alasan lainnya yang menjadi latar belakang perang Diponegoro adalah Kedatangan Belanda ke Nusantara, khususnya pulau Jawa adalah untuk menguasai wilayah tersebut. Alhasil, penduduk pribumi merasa kian terdesak dan merasa bahwa bangsa Belanda telah merampas hak-hak mereka secara tidak manusiawi.
Hal yang paling mengecewakan adalah persempitan wilayah Kesultanan Mataram oleh Belanda yang kala itu tengah berkuasa. Hal ini membuat kerajaan dan masyarakat merasa kehilangan kedaulatan.
Pemaksaan Sistem
Dalam hal ini, kedatangan Belanda bukan hanya ingin merebut penguasaan tanah. Melainkan juga merampas hak-hak rakyat dengan tidak adil. Salah satunya penghapusan sistem persewaan yang dilakukan oleh para bangsawan.
Hal ini membuat penduduk dan para bangsawan marah. Sebab, mereka sudah mulai ikut campur urusan pemerintahan dalam negeri. Padahal sistem tersebut bukan kewenangan mereka.
Kerja Paksa (Rodi)
Alasan selanjutnya yang menjadi latar belakang perang Diponegoro adalah adanya Kerja paksa yang diberlakukan Belanda pada rakyat Pribumi.
Satu hal yang paling membuat marah dan pilu hampir seluruh elemen masyarakat, termasuk pangeran Diponegoro adalah adanya sistem kerja paksa yang mereka namakan “Rodi”. Bahkan program tersebut mengesampingkan sisi kemanusiaan.
Mereka memaksa masyarakat setempat untuk bekerja secara terus-menerus tanpa memperoleh upah. Hingga akhirnya, dalam proses kerja tersebut banyak yang mati kelaparan dan kelelahan.
Pajak Mencekik
Pada masa itu, pemerintahan Belanda menerapkan sistem pajak yang tidak masuk akal. Terlebih para kelompok petani adalah pihak yang merasa paling rugi. Bahkan program iuran paksa kepada koloni tersebut jumlahnya cukup besar dan tidak sesuai dengan pendapatan pribumi kala itu.
Setidaknya ada 6 pajak yang mereka terapkan saat itu. Di antaranya adalah pajak tanah, ternak, jumlah pintu rumah, pindah tempat tinggal, nama hingga sistem persewaan tanah dan juga serah terima jabatan.
Kemarahan Pangeran Diponegoro
Pada mulanya, pemberontakan tersebut mulai memuncak ketika pangeran Diponegoro tidak bisa membendung amarahnya lagi. Sebab, koloni Belanda telah merusak hak rakyat dan merampas kemerdekaannya dengan menerapkan sistem tidak manusiawi.
Selain itu, koloni Belanda juga mencanangkan pembangunan jalan dengan menerobos wilayah keraton. Salah satunya adalah makam keramat milik leluhur pangeran Diponegoro. Hal inilah yang membuat pribumi terutama bangsawan menolak untuk berkompromi.
Kronologi Perang Diponegoro
Kronologi perang Diponegoro berawal dari kemarahan Pangeran Diponegoro melihat perlakuan Belanda terhadap rakyatnya yang sangat kejam dan tak berperikemanusiaan.
Hal ini justru bertolak belakang dengan keinginan Keraton yang justru menganggap Pangeran Diponegoro terlau fanatik akan keagamaaannya yaitu Islam.
Bahkan guna mencegah terjadinya peperangan Pihak keraton justru berusaha menangkap Pangeran Diponegoro, Namun hal ini tak berhasil dilaksanakan karena Mobilitas tinggi pangeran Diponegoro yang sempat beberapa kali memindahkan Basisnya di Goa Selarong, Kulonprogo dan Bantul.
Artikel Menarik : Rangkuman Agresi Militer Belanda 1 dan 2
Pangeran Diponegoro adalah seorang tokoh yang memimpin perang Jawa tersebut. Awal mulanya, ia menerapkan strategi gerilya untuk melawan Belanda. Sedangkan pemimpin koloni, yaitu Gubernur Jenderal Van Der Capellen membuat banyak benteng di setiap wilayah yang mereka kuasai.
Mereka membuat strategi tersebut dengan tujuan ingin mempersempit ruang gerak pangeran Diponegoro. Akhirnya Belanda berhasil mengajaknya melakukan perundingan. Sayangnya gagal mencapai kata mufakat.
Dari perundingan tersebut, alhasil pangeran Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Manado. Kemudian dipindah lagi ke Makassar. Selama proses tersebut, perang masih berlangsung hingga 5 tahun. Hal ini pun membuat Belanda kewalahan dan kehabisan uang kas.
Tokoh – Tokoh Perang Diponegoro
Meskipun bermula dari perlawanan secara gerilya, pada akhirnya perang tersebut membludak juga bahkan menjadi pemberontakan terbesar. Puluhan desa di pulau Jawa pun menjadi saksi bisu dari peperangan tersebut.
Hal ini dikarenakan banyak tokoh dan pimpinan yang terlibat dalam Perang Diponegoro. berikut ini beberapa tokoh nasional yang terlibat seperti:
Pangeran Diponegoro
Pangeran Diponegoro sebenarnya adalah seorang ulama tersohor. Beliau juga memperoleh jabatan sebagai wali raja Hamengkubuwono V yang kala itu masih berusia 2 tahun. Sayangnya, kedatangan Belanda dengan membawa kebijakan tidak manusiawi membuatnya marah.
Selain itu, keputusan kerajaan untuk berdiam diri juga kian membuat kemarahan pangeran Diponegoro memuncak. Alhasil beliau memilih untuk memutuskan hubungan dengan keraton dan mulai melancarkan strategi melawan penjajah kaum kafir bersama para pengikutnya.
Kyai Mojo
Kyai Mojo adalah sepupu dari pangeran Diponegoro dan merupakan seorang ulama besar. Selama perang berlangsung, beliau turut berperan besar sebagai panglima sekaligus pemimpin spiritual. Kedekatannya dengan sang saudara tersebut membuatnya selalu mendukung tindakan ini.
Sayangnya, hal itu berhenti ketika pangeran Diponegoro mulai memanfaatkan sentimen masyarakat Jawa, yaitu Ratu Adil sebagai penyelamat. Menurut kyai Mojo hal ini merupakan penyimpangan dari kebenaran hingga berakhir tertangkapnya Beliau oleh pihak Belanda.
Sentot Alibasyah Pawirodirjo
Sentot Alibasyah Prawirodirjo adalah salah satu tokoh pemberontakan yang mendukung pangeran Diponegoro. Keponakan dari Hamengkubuwono IV ini ikut berperang lantaran ia memiliki dendam besar terhadap Belanda yang telah menewaskan ayahnya.
Sayangnya, pada tahun 1829 Belanda berhasil meyakinkan Sentot untuk menyerah dan mengikuti perintahnya untuk melawan pribumi dalam perang Padri. Namun, ternyata ia berkhianat kepada koloni dan menjadi pemasok senjata bagi rakyat setempat.
Akhir Perang Diponegoro
Sebenarnya ketika perang Diponegoro berlangsung, di bumi Nusantara yang lain juga tengah terjadi perlawanan. Di antaranya pada wilayah Sumatera Barat dan mengakibatkan Belanda terpukul mundur untuk membantu melawan penduduk Jawa.
Selain itu, juga terjadi perang Padri yang hampir sama besarnya sehingga mau tidak mau pemerintah Koloni harus melawan keduanya. Bahkan pada akhirnya kedua perlawanan tersebut bersatu kemudian bersama-sama memerangi koloni.
Dalam perang tersebut pada akhirnya kedua pihak sama-sama kewalahan serta diakhiri dengan terasingnya pangeran Diponegoro ke Manado sebelum akhirnya dipindah ke Benteng Rotterdam pada tahun 1834. Selain itu, berhentinya perang jawa juga mengakibatkan seluruh perlawanan para bangsawan Jawa juga terhenti.
Baca Juga :
Akhir Kata
Perang Diponegoro adalah salah satu gambaran sejarah yang tidak boleh terlupakan. Bahkan keberanian para tokoh pahlawan tersebut patut untuk menjadi contoh generasi saat ini dalam mempertahankan prinsip kemerdekaan.
Nah demikianlah Sobat Blog Militer pembahasan kita kali ini, Sekarang kalian tentunya sudah tahu kan sejarah singkat Rangkuman,Latar belakang, Kronologi dan Tokoh Perang Diponegoro. Semoga bermanfaat dan dapat menambah wawasan dan kecintaan kita pada Negara yang kita cintai ini. Salam Literacy Militer.
